Saat ini, tren keberlanjutan atau sustainability menjadi semakin disorot dan diterapkan oleh berbagai macam pihak — perusahaan, organisasi, pemerintahan, hingga konsumen.
Laporan yang dikeluarkan McKinsey menyebutkan bahwa GenZ (1996-2010) memilih untuk mengonsumsi barang-barang yang dibuat secara ethical—berkiblat kepada keselamatan dan keberlanjutan lingkungan.
Namun, tren ini juga akhirnya membuat banyak perusahaan menjadi menyalahgunakan esensi sustainability dan melakukan greenwashing. Tidak hanya berbahaya, praktik ini juga menciderai kepercayaan konsumen.
Greenwashing: Pengertian dan Asal Muasal
Greenwashing adalah usaha atau praktik pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk mendorong konsep keberlanjutan dalam produk mereka tanpa mengurangi dampak ekologis dari proses pembuatannya.
Perusahaan atau bisnis yang melakukan greenwashing cenderung memanfaatkan perubahan perilaku konsumen dengan branding ramah lingkungan agar tidak merugi.
Istilah “greenwashing” sendiri pertama kali dipopulerkan oleh seorang pakar lingkungan, Jay Westerveld, di tahun 1986 saat ia mengkritisi gerakan “Save The Towel”.
Bentuk-bentuk Greenwashing
Praktik ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, tapi ada 4 cara yang bisa teridentifikasi sebagai greenwashing.
1. Klaim Palsu
Rilisnya pernyataan bahwa perusahaan mengklaim produknya merupakan ramah lingkungan tanpa menyodorkan bukti atau aksi yang jelas.
Biasanya, tidak ada proses atau dokumentasi yang jelas terkait dengan pembuatan produk yang diklaim ramah lingkungan tersebut.
2. Label Tidak Jelas
Seringkali, kita menemukan produk yang menggunakan label “eco-friendly”, “natural”, “100% recyclable” tapi tidak menemukan sertifikasi yang jelas di website perusahaannya.
Label-label ini disalahgunakan supaya tetap menarik konsumen untuk membelinya dengan iming-iming “membantu untuk menyelamatkan Bumi”.
3. Pengalihan Fokus
Saat kita menemui perusahaan yang hanya berfokus pada satu aspek kecil yang “hijau” tanpa memperhatikan dampak negatif lainnya, inilah yang disebut sebagai “pengalihan fokus”.
4. Sertifikat Tidak Kredibel
Adanya penggunaan logo atau sertifikasi yang tidak bisa ditelusuri secara jelas keasliannya, sehingga konsumen merasa tertipu.
Kasus Nyata dari Greenwashing: Volkswagen
Selain empat bentuk di atas, terdapat beberapa contoh lain yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar untuk mempertahankan image “perusahaan hijau”.
Volkswagen pernah mengelabui publik dengan marketing campaign/kampanye pemasaran yang eco-friendly (ramah lingkungan) dan low-emission (rendah emisi).
Mereka tertangkap melakukan kecurangan saat melakukan tes emisi dengan menaruh perangkat yang “rusak” supaya hasil emisinya bisa lebih rendah.
Faktanya, mobil “ramah lingkungan” buatan mereka menghasilkan nitrogen oksida 40x lebih banyak dari limit yang diperbolehkan.
Anda tidak perlu khawatir apakah BIOPAC melakukan greenwashing atau tidak. Produk-produk kami telah mengantongi sertifikasi “Compostable” yang dikeluarkan oleh DIN CERTCO yang berbasis di Jerman.
Sertifikat ini menandakan tidak adanya dampak buruk yang dapat membahayakan tanah beserta mikroba di dalamnya apabila produk BIOPAC terbuang ke tanah.
BIOPAC selalu berkomitmen untuk memberikan produk-produk dengan kualitas tinggi yang minim akan polutan dan ramah terhadap lingkungan.
Yuk, selalu bersikap kritis terhadap berbagai macam produk atau perusaahan yang berlabel “eco-friendly” dan pastikan lagi keasliannya ya!