Artikel ini adalah ringkasan dari Bab 8, Model Bio Ekonomi Rumput Laut (BESeM) untuk Pemodelan Budidaya Kappaphycus di Indonesia, dari e-book berjudul Tropical Phyconomy Coalition Development: Focus on Eucheumatoid Seaweeds, yang ditulis oleh berbagai penulis. Sementara diskusi berfokus pada Kappaphycus alvarezii, studi serupa juga dapat diterapkan pada Eucheuma spinosum dan Gracilaria.
Menggunakan Model Bioekonomi Rumput Laut (BESeM), yang terdiri dari modul biologi dan modul ekonomi, artikel ini menjawab dua pertanyaan. Pertama, apakah seorang petani lebih baik menanam rumput laut dengan 12 siklus 30 hari, 8 siklus 45 hari, atau 6 siklus 60 hari? Sementara hasil per panen biasanya lebih tinggi dengan siklus yang lebih panjang, hasil agregat (selama setahun) mungkin lebih tinggi dengan siklus yang lebih pendek tapi lebih banyak. Kedua, bagaimana kita harus membagi hasil panen antara yang untuk dijual dan yang untuk ditanam kembali? Apakah menjual 90% dan menanam kembali 10% dari hasil panen adalah keputusan manajemen yang tepat?
Kami memperkirakan pendapatan bruto petani sebesar IDR 5,8 juta per kepala per bulan. Ini sekitar 2x upah minimum di Sulawesi Barat Daya (IDR 3,2 juta). Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh para penulis, siklus panen yang tepat adalah 45 hari; satu petani seharusnya memiliki 300 tali dengan panjang masing-masing tali 25 m. Dengan asumsi pasar dapat menyerap semua pasokan, petani sebaiknya meningkatkan fraksi yang ditanam kembali menjadi 25% untuk meningkatkan pendapatan 2,5x.